No. Telp. : (024) 6733200
Peta Lokasi :
Lihat Pegadaian Supriyadi di peta yang lebih besar
Sejarah Pendirian Pegadaian
Era Kolonial
Era Kemerdekaan
Sejarah Pendirian Pegadaian
Era Kolonial
Sejarah Pegadaian dimulai pada saat
Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan Bank van Leening yaitu lembaga
keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama kali
didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746.
Ketika Inggris mengambil
alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-1816),
Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan,
dan masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal
mendapat lisensi dariPemerintah Daerah setempat ("liecentie
stelsel"). Namun metode tersebut berdampak buruk pemegang lisensi
menjalankan praktek rentenir atau lintah darat yang dirasakan kurang
menguntungkan pemerintah berkuasa (Inggris). Oleh karena itu metode
"liecentie stelsel" diganti menjadi "pacth stelsel" yaitu
pendirian pegadaian diberikan kepada umum yang mampu membayar pajak yang tinggi kepada pemerintah daerah.
Pada saat Belanda berkuasa kembali,
pacth stelsel tetap dipertahankan dan menimbulkan dampak yang sama. Pemegang
hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya.
Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda menerapkan apa yang disebut dengan
"cultuur stelsel"
di mana dalam kajian tentang pegadaian saran yang dikemukakan adalah sebaiknya
kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah agar dapat memberikan
perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Staatsblad No.
131 tanggal 12 Maret 1901 yang mengatur bahwa usaha Pegadaian merupakan monopoli Pemerintah
dan tanggal 1 April 1901 didirikan Pegadaian Negara pertama di Sukabumi, Jawa Barat. Selanjutnya setiap tanggal 1 April
diperingati sebagai hari ulang tahun Pegadaian.
Pada masa pendudukan Jepang gedung
kantor pusat Jawatan Pegadaian yang terletak di jalan Kramat Raya 162, Jakarta dijadikan
tempat tawanan perang dan kantor pusat Jawatan Pegadaian dipindahkan ke jalan
Kramat Raya 132. Tidak banyak perubahan yang terjadi pada masa pemerintahan
Jepang baik dari sisi kebijakan maupun struktur organisasi Jawatan Pegadaian.
Jawatan Pegadaian dalam bahasa Jepang disebut ‘Sitji Eigeikyuku’, Pimpinan
Jawatan Pegadaian dipegang oleh orang Jepang yang bernama Ohno-San dengan
wakilnya orang pribumi yang bernama M. Saubari.
Era Kemerdekaan
Pada masa awal pemerintahan Republik
Indonesia, kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karanganyar, Kebumen karena
situasi perang yang kian memanas. Agresi Militer
Belanda II memaksa
kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Pasca perang kemerdekaan kantor
Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian dikelola oleh
Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini, Pegadaian sudah
beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1
Januari 1961, kemudian berdasarkan Peraturan PemerintahNo.7/1969
menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), dan selanjutnya berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.10/1990 (yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah
No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (Perum). Kemudian pada tahun
2011, perubahan status kembali terjadi yakni dari Perum menjadi Perseroan yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2011 yang ditandatangani
pada 13 Desember 2011. Namun, perubahan tersebut efektif setelah anggaran dasar
diserahkan ke pejabat berwenang yaitu pada 1 April 2012